Semua orang pasti pernah mendengar istilah masuk angin. Tapi apa sebenarnya yang dimaksud? Sementara tiap orang punya persepsi sendiri, kalangan medis, dokter dan perawat, pun tidak dapat menjelaskannya.
Kalangan sekolahan jarang menggunakan istilah masuk angin. Mungkin karena logikanya tidak bisa menerima fenomena angin "masuk" ke tubuh. Mereka biasanya menggunakan istilah lain, yaitu tidak enak badan. Padahal kalangan bawah menggunakan istilah yang sama untuk menggambarkan berbagai fenomena yang tergolong tidak enak badan, seperti perut kembung, pegal linu, batuk pilek, pusing, sakit kepala, demam, meriang dan lain sebagainya. Akibatnya, segala ketidakjelasan itu menjadi peluang empuk produsen obat atau jamu anti masuk angin.
Yang tidak menyukai pahitnya jamu akan memilih kerokan atau pijat. Dengan kedua cara itu banyak orang yang masuk angin merasa lebih baik. Itu wajar saja. Dengan dipijat, otot menjadi lemas dan pembuluh darah halus di dalamnya melebar sehingga lebih banyak oksigen dan nutrisi tersedia untuk jaringan otot. Toksin yang menyebabkan pegal pun dapat segera dibawa aliran darah untuk dibuang atau dinetralkan.
Dengan kerokan, pembuluh halus (kapiler) di permukaan kulit bahkan pecah dan terlihat sebagai jejak merah di tempat yang dikerok. Para pemijat selalu mengatakan bahwa tanda merah itu merupakan bukti bahwa Anda masuk angin. Padahal, orang sehat pun bila dikerok akan meninggalkan jejak merah yang sama. Hanya saja tidak pernah ada orang sehat yang dikerok, bukan ?
Yang perlu diwaspadai adalah rasa masuk angin yang disertai berbutir-butir besar. Atau, rasa masuk angin yang disertai nyeri, rasa tertekan, atau rasa berat di dada - biasa disebut dengan angin duduk. Ini mungkin merupakan gejala awal serangan jantung berat. Di kalangan medis fenomena ini acap disebut flu-like syndrome.
Yang diperlukan oleh orang yang mengalami kejadian demikian adalah pemberian oksigen dan obat khusus, bukan dipijat atau dikerok. jadi, si pasien harus segera dibawa ke rumah sakit, paling baik dalam keadaan berbaring. Kejadian orang yang meninggal ketika dipijat, menunjukkan betapa penanganan yang salah dapat berakibat fatal.
Pada umumnya, segala gejala masuk angin merupakan gejala flu (selesma, common cold), yang terjadi karena infeksi berbagai jenis virus. Ada virus menghasilkan toksin (zat racun) yang menyebabkan berbagai gangguan fungsi sistem pencernaan, saluran napas, sistem otot rangka, dan peredaran darah. Ada pula virus yang kehadirannya membuat tubuh kita memberikan reaksi radang, diantaranya berupa demam dan nyeri, juga warna kemerahan di mukosa yang menggambarkan melebarnya pembuluh kapiler di bawahnya. Di saluran napas, reaksi ini dapat berupa pilek dan hidung tumpat.
Toksin yang dihasilkan virus dapat mengganggu saluran cerna sehingga menimbulkan gejala mulai dari mual, muntah, diare, mulas. Atau, bisa pula mengganggu fungsi usus sehingga pencernaan tidak sempurna dan dihasilkan banyak gas. Gejala demikian belakangan sering disebut sebagai flu perut. Toksin virus lain mungkin menimbulkan nyeri otot dan tulang, maka beredarlah lagi istilah baru, flu tulang.
Tidak ada obat yang dapat membunuh virus ini. Antibiotik pun tidak. Untungnya virus tidak pernah bertahan hidup lama, karenanya serangan flu biasanya berakhir setelah 5-7 hari. Yang dibutuhkan penderita adalah istirahat dan minum yang cukup serta gizi yang baik untuk menghadapi demam tinggi yang menguras banyak energi dan cairan tubuh.
Gejala masuk angin juga dapat merupakan gejala awal infeksi virus yang lebih serius, seperti virus hepatitis atau virus demam berdarah. Demam berdarah biasanya akut (mendadak) disertai lesu hebat dan gejala lainnya. Sementara, hepatitis mungkin akan hilang sendiri atau berlanjut menjadi lebih nyata bergantung pada daya tahan tubuh seseorang. Untuk kedua penyakit ini kita tentu memerlukan bantuan dokter. (dr. Zunilda S. Bustami, dokter keluarga)
Sumber: Intisari edisi Desember 2001